Mengupas Hikmah Dibalik Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara Kaum muslim dan Kaum Kafir Quraisy yang ada di Makah, pada bulan Dzulqa’dah, tahun Hudaibiyah, atau maret 628 masehi.
Perjanjian ini di awali dengan kebiasaan Nabi SAW melaksanakan umrah pada bulan Dzulqa’dah. Seperti yang tertulis dalam kitab Sirah Nabawiyah. Bahwasanya, Ibnu Ishaq berkata: Rasulullah menetap di Madinah sepanjang bulan Ramadhan dan Syawal. Pada bulan Dzulqa’dah beliau keluar dari Madinah. Bukan untuk berperang, tapi untuk melaksanakan ibadah umrah.
Setelah memantapkan niat dan terkumpulnya rombongan, Nabi SAW berangkat menuju kota Makah. Singkat cerita, perjalanan Nabi SAW terdengar oleh pihak Quraisy Makah. Sesampai Nabi SAW di tanah Hudaibiyah, terjadilah pertemuan antara rombongan Nabi SAW dan Quraisy.
Dikarenakan adaya konflik yang memanas antar kedua belah pihak, terjadilah Perjanjian Hudaibiyah yang bersikan perjanjian damai. Perjanjian Hudaibiyah berisikan:
- Muhammad harus pulang tahun ini. Diperbolehkan kembali pada tahun depan dengan jangka waktu tiga hari.
- Kaum muslimin dan Quraisy Makah mengadakan perjanjian damai atau genjatan senjata selama 10 tahun.
- Barang siapa yang ingin bergabung dengan Muhammad, maka hal tersubut diperbolehkan. Barangsiapa ingin bergabung dengan golongan Quraisy, maka itu juga diperbolehkan.
- Kaum Quraisy Makah yang datang kepada Nabi Muhammad SAW tanpa di ikuti oleh walinya, harus dikembalikan kepada kaumnya. Kaum muslimin yang datang kepada kaum Quraisy di Makah tanpa di ikuti oleh walinya, tidak akan dikembalikan ke kaumnya.
Nabi SAW mensetujui perjanjian tersebut, namun dengan sebuah catatan. Orang-orang Makah bebas untuk mendiskusikan Islam.
Di saat Rasulullah sedang menulis teks perdamaian dengan Suhail bin Amr (dari golongan Quraisy Makah), tiba-tiba Abu Jundal bin Suhail bin Amr (dari golongan muslim Makah) datang dengan membawa pedang karena rasa tidak terima terhadap apa yang dilakukan Nabi SAW.
Para sahabat tidak merasa ragu akan pembebasan kota Makkah di saat mereka keluar dari Madinah, dikarenakan mimpi Rasulullah bahwa kelak umat muslim dapat pulang ke Makah dengan rasa aman. Tapi di saat mereka menyaksikan apa yang terjadi dari proses perjanjian perdamaian, sikap mengalah atas orang-orang Quraisy, mereka merasa sedih dan terpukul.
Kemudian keragu-raguan mulai menghampiri dan masuk ke hati mereka (kaum muslimim), hingga hampir saja rasa ragu-ragu itu membinasakan mereka. Di saat Suhail bin Amr melihat Abu Jandal, ia berdiri kemudian memukul wajahnya dan mencengkeram kerah bajunya, lalu berkata: “Wahai Muhammad, perjanjian diantara kita telah usai sebelum orang ini datang menemuimu.”.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Wahai Abu Jandal, bersabarlah dan pulanglah ke Makah serta berharaplah pahala di sisi Allah, sesungguhnya Allah akan membuka jalan keluar bagimu dan bagi orang-orang tertindas sepertimu. Sungguh, kita telah menanda tangani perjanjian dengan kaum tersebut. Kita berikan kepada mereka pejanjian dan mereka berikan kepada kita janji Allah, kita tidak akan mengkhianati mereka.”
Az-Zuhri bercerita dalam kitab sirah nabawiyah: Umar bin Khattab berdiri menghampiri Abu Jandal lalu berjalan di sampingnya dan berkata: “Bersabarlah engkau, wahai Abu Jandal, sesungguhnya mereka orang-orang musyrikin dan darah mereka adalah darah anjing.” Umar bin Khattab merapatkan gagang pedang kepada Abu Jandal. Umar bin Khattab berkata: “Aku berharap agar Abu Jandal mencabut pedang tersebut lalu menebaskan pedang tersebut kepada ayahnya. Akan tetapi dia tidak berbuat apapun terhadap ayahnya, sehingga selesailah permasalahannya.”
Keuntungan bagi Umat Islam
Secara konstektual, perjanjian tersebut sangatlah merugikan umat muslim. Tapi Nabi SAW adalah ciptaan Allah SWT yang dikaruniani sifat fatonah (cerdas), tak mungkin Nabi SAW melakukan suatu hal yang tidak bermanfaat. Bahkan setiap prilaku Nabi SAW adalah contoh yang baik, karena Rosulullah adalah uswatun hasah (teladan yang baik).
Berselang beberapa waktu, terciptalah diskusi besar-besaran di tanah Makah. Mereka (orang-orang Quraisy) saling membandingkan antara Tuhan mereka dengan Allah SWT, Yang Maha Pencipta dan Maha Terdahulu. Logika ketuhanan orang-orang Quraisy sedang diuji. Di mana Tuhan mereka, dibuat dari batu dan tidak mampu untuk bergerak.
Faktor yang mendasari adanya diskusi tersebut, karena orang-orang Quraisy tidak tersibukkan dalam berperang dan menyiapkan perang. Hal itulah yang mungkin sudah diperkirakan oleh Rosulullah SAW.
Tak berselang lama, orang-orang Quraisy Makah masuk Islam secara besar-besaran. Huru-hara terjadi di mana-mana, bukan pedang, namun yang terjadi adalah kekalahan orang Quraisy dalam segi ke tauhidan (pengesaan). Satu demi satu, keyakinan mereka mulai terkikis oleh nalar mereka sendiri.
Dikarenakan logika ke-tauhidan yang tak terbantahkan, orang-orang Makah masuk islam secara besar-besaran. Dan mimpi Rasulullah SAW mengenai fathul makkah (pembukaan kota Makah) mulai terlihat batang hidungnya. Merasa dirugikan, orang-orang Quraisy meminta perjanjian tersebut untuk dicabut kembali.
Hal inilah yang terkadang lupa untuk kita perhatikan, bahwa Islam bukanlah sebuah paksaan apalagi kekerasan. Islam adalah rahmat (kasih sayang) untuk alam semesta. jika kita mau bersabar dan berikhtiar, pasti Allah SWT memberikan jalan keluar untuk meraih kemenangan tanpa harus ada pihak yang dirugikan.
Kontributor : Irsyadul Ibad
*pertama kali diunggah di pesantren.id pada 17 Desember 2020
Komentar
Posting Komentar